By : Nabila Anisyah
Kring...kring...kring...
Suara
dering nyaring menggelegar memenuhi sebuah kamar, membangunkan seorang wanita
muda dari tidur lelapnya. Dengan mata memicing, pandangannya yang kabur
perlahan mulai jelas dengan terlihatnya atap putih kamarnya yang menyapa balik
di tengah kegelapan kamar. Satu hal yang pertama kali melintas di kepalanya
adalah, jam berapa sekarang?
Ia melirik
dari sudut pandang matanya setengah melotot sebal ke arah jam weker yang seakan
tersenyum bangga terus bergetar di atas nakas dan menepuk tombol berhenti pada jam
tersebut yang akhirnya menyudahi suara nyaring bagaikan tawa meledek tersebut
yang sudah berhasil membangunkan ia dari alam bawah sadar. Kemudian wanita itu
menyambar jam tersebut dan menatap, melihat jam berapa ia terbangun.
“Jam
03:03?” Melihat waktu terbangun yang aneh, ia mengerutkan dahinya. Kenapa jam
wekernya berbunyi pada jam 3 pagi?
Kebingungan
memenuhi kepala sang wanita tetapi ia juga sebal karena hal ini akan
menyebabkannya untuk tidak dapat tidur kembali. Wanita muda tersebut memiliki
karakteristik tersendiri yaitu dimana saat ia terbangun dari tidur, maka ia
akan sangat sulit untuk kembali tertidur dan oleh sebab itu, keadaan ini
sungguh membuatnya murung. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Pada jam 3 pagi?
Menghela
nafas berat, wanita tersebut memilih bangun. Mungkin dengan waktu yang ekstra
ini bisa digunakan untuk marathon drama China yang tak pernah ia dapat
selesaikan belakangan ini. Tapi pertama – tama, mari menyalakan lampu. Dan
dengan itu, wanita itu menapakkan kakinya di lantai keramik yang dingin,
berjalan menuju saklar. Tetapi, baru dua langkah ia berjalan dari kasur tiba
tiba...
“Mimpi yang
indah?” Terdengar dari belakangnya suara serak – serak seperti saat radang
tenggorokan dengan penekanan lafal yang berat memberhentikan langkah wanita
itu. Ia berbalik dengan spontan mencari asal suara tersebut hanya untuk di sapa
keheningan dan kesepian. Tak ada apapun di belakangnya kecuali tempat tidurnya,
lemarinya, dan nakas tempat jam weker berada. Seketika itu seluruh bulu kuduknya
berdiri, bergetar dan instingnya mengisyaratkan dirinya untuk kabur. Tetapi
memilih untuk berfikir rasional, mungkin ia salah dengar, wanita itu kembali
berbalik dan hendak untuk sekali lagi melangkah.
“Mimpimu
indah?” Terkejut karena sekali lagi suara tersebut terdengar, kini wanita itu
berbalik dan melotot ke sekelilingnya.
“Siapa
itu?!” lantang teriakannya menantang. Ia berjalan mundur dengan cekatan, meraih
ke ujung ruangan, mengambil sapu untuk senjata dan menelisik ke seliling dengan
seksama.
“Tunjukkan
dirimu, aku tidak takut.” Dan sesaat ia meneriakkan itu, tawa yang menggelegar
membalasnya. Tawa itu sangat seram, tawa yang meledek seakan akan ia tahu bahwa
sebenarnya wanita pemilik kamar tersebut takut setengah mati dengan
kehadirannya. Dan benar memang, wanita itu takut, setakut – takutnya. Karena
bersamaan dengan tawa itu, ia jadi sadar dimana sosok itu berada dan saat
matanya menatap kesana, iapun di sapa dengan senyuman menyeramkan dimana kedua
ujung bibir bertemu dengan sudut mata yang seharusnya mustahil. Akan tetapi,
hal yang betul – betulnya membuat wanita itu memucat, seakan akan umurnya baru
saja di pangkas 100 tahun lebih cepat adalah benda yang memantulkan kilauan
sinar bulan di tangan sosok itu. Benda tajam yang pastinya sangat lancip,
sebuah pisau. Perlahan sosok itu merangkak keluar, dari bawah tempat dimana
barusan wanita itu berbaring, tangannya yang hitam dengan kulit yang berkerut
sungguh menjadi penampakan horror yang langsung membuat wanita itu melempar
sapunya dan berlari keluar kamar.
Di tengah
kegelapan dan paniknya, ia menabrak berbagai furnitur tetapi ia tetap berlari
tanpa henti tak menghiraukan perihnya anggota badannya yang tertabrak ataupun
kuku jempol kakinya yang berdarah. Satu – satunya yang ada di kepalanya
hanyalah kabur dari rumah apartemennya tersebut. Dan saat ia melihat pintu
keluar dari apartemennya, ia tak dapat menahan senyuman lega untuk timbul di
mukanya. Ia akan dapat kabur setelah melewati pintu tersebut. Tetapi saat ia
sedang membuka kunci pada pintu tersebut, rasa perih di perutnya yang berawal
dari bagian belakang tubuhnya membuat ia terhentak. Ia melihat ke bawah dan
cairan merah merembes dan mewarnai baju piyama yang ia kenakan. Matanya mulai
sayup sayup berkunang – kunang. Sesaat sebelum kegelapan menelannya ia dapat
mendengar suara itu lagi kini mengucapkan, “Selamat tidur.”
Dan
kemudian, kring... kring... kring...
Suara
dering nyaring menggelegar memenuhi kamar. Wanita itu kini menemukan dirinya
kembali di dalam kamar dan terbangun dengan hentakan terkejut, keringat dingin
membasahi tubuhnya. Panik ia melihat ke arah perutnya dan menghela nafas lega
saat melihat tak ada apapun yang tertanam disana. Ia sungguh lega, ternyata itu
semua hanya mimpi. Tersenyum dengan miris, menyadari betapa seramnya mimpi itu,
ia hanya dapat menggeleng – gelengkan kepalanya. Wanita itu sungguh berharap ia
tak akan mengalami mimpi yang sama lagi karena jujur, mimpi itu terasa sangat
nyata dan itu bisa berakibat buruk untuk kesehatannya jika ia terus memiliki mimpi
yang sama.
Berdehem,
wanita itu menyadari betapa keringnya tenggorokannya. Ia berinisiatif untuk
mengambil air minum dari dapur dan oleh karena itu, ia pun bangun dari tempat
tidurnya dan meraih jam weker di nakas yang masih berbunyi untuk mematikannya
sebelum keluar dari kamar untuk ke dapur. Tetapi rasa leganya tersebut hilang
seketika saat ia melihat ke arah jam weker. Bulu kuduknya kembali menyerang
dengan kekuatan penuh dan mukanya pucat seketika. Tertera di jam tersebut jam
03:03 WiB pada pagi hari persis seperti mimpinya dan kemudian disusul oleh
sebuah suara,